Minggu, 18 Desember 2011

Gus Dur - In Memoriam

Copas from EMGEFile
 
 
‎"Sebuah kenangan pada Gus Dur sang Sufi" Filsafat sufi adalah membuyarkan keajekan, membiaskan titik fokus, dan memendarkan warna cahaya. Sufi tidak sedang membangun surga untuk dirinya sendiri. Ia sedang berbagi kepada orang lain, tanpa pandang bulu. Tanpa melihat secara petak-petak kebenaran. Jadi, jangan lihat wa...rna sufi hanya sebening cahaya putih saja, karena sesungguhnya ia sedang mengurai berbagai warna yang berbeda secara sama. Sufisme adalah sebuah kritik sosial. Membalikkan yang positif melalui cara negatif, yang sebetulnya tidak biasa. Nalar yang dibalik justru untuk dipikirkan. Ini membuat kita memandang sesuatu secara tidak hitam putih. Ada suatu makna yang bisa tak terhingga dijangkau pengindera manusia. Antara laku dan kata para sufi acapkali melampaui atau menyalahi kebiasaan, nonkonvensional, untuk memperoleh hikmah kearifan. Secara kasatmata kelihatan negatif, tapi banyak orang yang tidak menyadari hati positifnya. Model pemahaman seperti ini ampuh untuk melumpuhkan ketergesaan dan ketertutupan dalam beriman. Sufi bahkan tidak takut salah dalam menjalani kehidupan, karena di matanya selalu memandang ”Tuhan”. Kematian pun bukan sebuah kekalahan, melainkan dunia baru menuju kemenangan. Para sufi membangun sendiri metode penjemputan menuju kematian dengan tidak menghiraukan surga dan neraka. Spiritualitas adalah kekayaannya, dan Tuhan merupakan khazanah yang tersembunyi untuk disingkap. Hidupnya sumringah penuh anekdot dan ketawa. Karena itu, sufi sebetulnya amat peduli dan dekat dengan keseharian kita, keberadaannya tidak sejauh apa yang banyak dianggap selama ini. Bahwa ia berperan sebagai Semar. Keganjilannya dalam kekocakan menyuruk waskita, nubuat, untuk kita renungkan. Kadang, ia rela menjadi lilin yang sedia meleleh untuk menerangi kita. Hanya, kita lupa untuk secuil terima kasih.

0 komentar:

Posting Komentar