Selasa, 11 Januari 2011

Penutupan Lokalisasi Jarak

Sumber : http://ahmedshahikusuma.wordpress.com

Salah satu sahabat saya, Mas Erwan, seorang sarjana IAIN yang mengelola sebuah kios majalah dan koran adalah tempat jujugan saya untuk nebeng gratis baca koran, atau hutang buku2 sastra. Seperti malam tadi. Cuma saya (Ahmed Shahi Kusuma) sangat terkejut dengan judul sebuah koran ttg kriminal di Sura baya, yaitu memorandum yang menulis besar, ” AnsorMinta Lokalisasi Jarak Ditutup”. Betul – betul saya shock. Apa saya tidak salah baca nih!!!! Demikian koran tersebut mencuplik pernyataan ketua Ansor Jatim Alfa Isnaneni. Wah..wah….

Beruntung juga pagi ini saya baca dari situs Ansor sendiri yang menyatakan agar lokalisasi dipindah saja ke sebuah tempat yang jauh dari pemukiman….  coba liat di   http://gp-ansor.org/?p=17758

La bingung lagi!

Begini, ada pendapat ekstrim dari satu sisi ke sisi yang laen. Sepuluh taun yg lalu PMII jatim malahan minta dilegalkan aja kawin kontrak, itu satu sisi. Sisi yang yg lain , ada yang sapu bersih. Cak Alfa kayaknya minta lokalisasi dipindah ke tempat yg sepi. Nah menurut saya, logika PMII itu ngawur juga. ya udah, kalo mau jajan gak pake dalilisasi yah…..tetapi cara Cak Alfa sekarang untuk memecahkan problem lokalisasi rasanya gak akan membantu, atau malah membantu dengan perluasan lokalisasiisme. WTS saya kira membantu banyak bagi roda ekonomi masyarakat terpinggirkan. Kalau sebuah buku Belanda menelusuri ramainya dareah kembang Kuning sebagai cikal bakal Jarak (saya baca waktu di Sejarah UGM, sayang lupa lagi) maka jelas wilayah ini bergerak “punya uang” dari bisnis lendir di satu sisi, dan kebutuhan hasrat yang tersalurkan di sisi lain. Buku ini menjelaskan bahwa Rumah2 belanda yang dibangun di  Diponegoro, Darmo cs membutuhkan kuli2 dari Kediri, Tulungagung dll yang kalo pulang rasne gak mungkin. Lelah dan suntuk bekerja nguli, wajar kalo mereka membutuhkan hasrat.WTs juga membantu mencegah pemerkosaan ataupun pelecehan terhadap remaja gadis atau ibu rumah tangga  “baik2″. Dan jangan lupa dasr semua ini adalah sistem kapitalis yang berlindung di balik ketiak patriakal. nah selama patriakal masih menjamur (semisal janda wanita marjinal  tidak  memiliki akses ekonomi), maka eksploitasi kelas akan menjamur. Jadi saya pikir Cak Alfa salah sasaran. Saya sangat tidak setuju penutupan lokalisasi, karena ini lebih pada masalah kelas (gender dsb faktor ikutan)!!!!

Da’wah Islam (atau kebajikan apapun)  yang saya kehendaki, justru membebaskan manusia dari prasangka kesucian diri sendiri. Kita tidak bisa menghakimi orang lain. Ideal sejati adalah ketika nilai2 keluhuran bergayut dengan keadilan materi (baca kelas). kalau kita menghakimi persoalan kelas (dan gender) dengan pandangan ide (ketuhanan) maka kesenjangan yang akan muncul.

Kalau usul Cak Alfa  Isnaneni disetujui, jangan kaget ia malah menjadi da’i perluasan lokalisasi di tempat yang baru, karena kehadiran lokalisasi baru mengundang dan menjadi berkah bagi pedagang bakso, tukang cuci, sate, dsbnya?????? ya alhamdulillah kalau begitu …

Moga2 Cak Alfa Isnaeni gak lupa syair  Burdah begini:

” Ayah sabusshabbu  anna ‘l hubba muntakimun

Ma bayna munjasimun minhu wamud thorimi………

1 komentar:

Arex Simo mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

Posting Komentar